Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 maka pajak PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) akan dialihkan menjadi pajak daerah dan akan dilaksanakan oleh penerintah Kabupaten/Kota selambat-lambatnya mulai 1 Januari 2014. Untuk itu setiap Kabupaten/Kota sudah mulai menyiapkan segala sesuatunya sesuai dengan arahan yang dituangkan dalam Peraturan Bersama Menteri Keuangan Nomor Negeri Nomor 213/PMK.07/2010 dan Menteri Dalam Negeri Nomor 58 Tahun 2010. Dalam peraturan tersebut setiap daerah diminta menyiapkan:
- Sarana dan prasarana pendukung,
- Struktur organisasi dan tata kerja,
- Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan SOP,
- Kerjasama dengan pihak-pihak terkait, dan
- Pembukaan rekening penerimaan PBB P2 pada bank yang sehat.
Cara pengelolaan PBB P2 ini tentunya berbeda dibandingkan dengan BPHTB yang sudah dikelola sebelumnya oleh Pemda Kabupaten/Kota. Perbedaan ini antara lain terletak pada sistem pemungutan pajaknya. Pengelolaan pemungutan BPHTB lebih mengarah pada Self Assessment System dimana otoritas pajak memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menuntukan sendiri besarnya Pajak yang terutang. Pemberian wewenang tersebut antara lain berupa:
- Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak itu sendiri,
- Wajib Pajak Aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,
- Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Sedangkan untuk PBB P2 pengelolaannya lebih cenderung pada Official Assessment System dimana fiskus diberikan wewenang untuk menuntukan besarnya pajak yang terhutang. Pemberian wewenang tersebut antara lain berupa:
- Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang,
- Wajib Pajak lebih bersifat pasif kecuali dalam hal melaporkan objek pajak yang dimiliki,
- Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
Untuk BPHTB fiskus lebih menunggu terjadinya pembayaran dan mengawasinya, sedangkan untuk PBB P2 fiskus harus menetapkan terlebih dahulu besar pajaknya atas objek pajak yang dimiliki/ dikuasai/ dimanfaatkan oleh Wajib Pajak. Nah permasalahannya sekarang, bagaimana mengelola ketetapan PBB P2 tersebut.
Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009, objek PBB P2 adalah:
- Bumi dan/ atau,
- Bangunan
Yang dimiliki, dikuasai dan/ atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan. Kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan (P3).
Salah satu prasyarat penting yang harus dipenuhi oleh Pemda kabupaten/Kota untuk mengelola PBB P2 adalah memiliki Perda PBB P2 dan Peraturan Pendukungnya. Karena dengan berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2009, maka menurut pasal 180 ayat 5 UU Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994 dinyatakan tidak berlaku lagi, sehingga otomatis seluruh peraturan pendukung yang selama ini digunakan dan mengacu pada UU 12 Tahun 1985 juga tidak bisa digunakan lagi.
Perlu diketahui bahwa terdapat sedikit perbedaan cara perhitungan ketetapan PBB P2. Ketetapan PBB P2 saat ini dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Dalam hal ini tarif maksimum adalah 0,3% (dimana tarif efektif yang lama adalah 0,1% dan 0,2%) dan NJOPTKP dapat ditetapkan minimal 10 juta rupiah. Dari ketiga variabel penentu ketetapan PBB P2 tesebut ada 2 yaitu tarif dan NJOPTKP yang besarannya harus diatur dalam Perda. Artinya penentuan kedua variabel ini harus dibicarakan dengan pihak legislatif dalam hal ini DPRD. Sedangkan variabel yang dapat murni dikelola oleh Pemda adalah dalam hal menentukan NJOP.
- Perda PBB P2 perlu dibahas dan disahkan oleh DPRD,
- Perda kemudian disampaikan ke Provinsi untuk dilakukan review, dan kemudian
- Perda tersebut dimintakan persetujuan ke Menteri Keuangan cq. Menteri Dalam Negeri,
- Membuat surat pemberitahuan ke Menkeu cq. Mendagri tentang permintaan pendaerahan PBB P2 paling lambat 31 Juni sebelum tahun pengalihan.
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Perda yaitu:
- Penentuan tarif max 0,3%, dan
- Penentuan NJOPTKP min Rp. 10 juta.
Khusus dalam hal penentuan tarif pajak perlu mendapat perhatian dan kajian mendalam, karena hal ini sangat menyangkut pada jumlah pokok ketetapan yang akan dihasilkan dan besarnya pajak terhutang yang akan dibebankan kepada masyarakat.
Salah satu contoh simulasi dapat dilihat pada gambar di atas. paling tidak ada 2 variabel yang perlu diperhatikan dalam melakukan simulasi/ kajian besaran tarif yang akan diterapkan yaitu jumlah SPPT dan jumlah pokok ketetapan per buku ketetapan. Sebagai contoh untuk Kabupaten Padang Panjang jumlah SPPT buku 1,2,3 adalah sebanyak 99,5% dan jumlah ketetapannya adalah 67% dari total ketetapan. Perlu diketahui bahwa ketetapan PBB P2 pada buku 1,2,3 adalah dari nol sampai 2 juta rupiah. Dan pada umumnya tarif efektif PBB P2 yang lama untuk buku 1,2,3 ini adalah sebesar 0,1%. Artinya 99,5% wajib pajak PBB P2 yang berada di Kabupaten Padang Panjang berada di buku 1,2,3 dan awalnya dikenakan tarif 0,1%. Sedangkan sisanya hanya 0,5% yang awalnya dikenakan tarif efektif sebesar 0,2%.
Untuk itu perlu diperhatikan dilakukan kajian mendalam bila ada Pemda yang akan merubah struktur tarif tersebut kearah yang lebih tinggi atau bahkan menerapkan tarif maksimal 0,3%. Bila demikian maka 99,5% masyarakat di wilayah tersebut akan mengalami kenaikan ketetapan PBB P2 sebesar 3 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Sehubungan dengan tidak dapat digunakannya lagi peraturan-peraturan pendukung PBB P2 yang selama ini ada maka untuk itu Pemda Kabupaten/Kota apabila tetap akan menggunakan sistem pemungutan PBB P2 yang sama seperti yang dilakukan oleh DJP selama ini maka harus melakukan replikasi ulang terhadap beberapa beraturan pendukung tersebut. Beberapa peraturan pendukung yang perlu direplikasi antara lain:
- Klasifikasi NJOP (Klas tanah dan bangunan): KMK-523/KMK.04/1998 jo PMK-150/PMK.03/2010,
- Tata cara pendaftaran, pendataan dan penilaian objek dan subjek pajak PBB P2: KEP-533/PJ/2000 jo KEP-115/PJ/2002,
- Tata cara penerbitan SPPT: PER-34/PJ/2008,
- Tata cara pengajuan keberatan: PER-25/PJ/2009 jo PER-16/PJ/2010,
- Tata cara pengajuan banding: KEP-635/PJ/2001,
- Tata cara pengurangan: PMK-110/PMK.03/2009 jp PER-46/PJ/2009,
- Tata cara pengurangan sanksi administrasi: PER-6/PJ/2008 jo PER-18/PJ/2010,
- Tata cara pembatalan SPPT, SKP, STP PBB yang tidak benar: PER-56/PJ/2009 jo PER-17/PJ/2010 dan PMK-111/PMK.03/2009,
- Tata cara penagihan dengan surat paksa dan pelaksanaan penagihan seketika sekaligus: PMK24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010,
- Tata cara pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan utk kepentingan penagihan: KEP-563/KMK.04/2000,
- Tata cara penghapusan piutang pajak: KMK-335/KMK.04/1996, KEP-45/PJ.6/1996 jo KEP-13/PJ.6/1999, KMK-505/KMK.04/2000 jo KMK-539/KMK03/2002,
- Tata cara penerbitan STP dan penagihan PBB P2: KEP-503/PJ/2000,
- Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran PBB P2: PMK-05/PMK.03/2005 jo PMK-66/PMK.03/2005, SKB KEP-26/A/51/0591 dan KEP-752/PJ.6/1991 ,
- Tata cara pembayaran, penyetoran, angsuran dan penundaan pembayaran pajak: KEP-47/PJ/2003, PER-58/ PJ/2009,
- Tata cara pembetulan dan pembatalan: PER-37/PJ/2008,
- Tata cara pelayanan PBB P2: SE-19/PJ6/1994.
Variabel ke 3 yang perlu dikelola untuk menentukan besarnya ketetapan PBB P2 adalah NJOP. Wewenang penentuan NJOP menurut UU Nomor 28 tahun 2009 pasal 79 ayat 3 berada di Kepala Daerah. Penentuan besarnya NJOP tanah dan bangunan dilakukan melalui Pendataan dan Penilaian objek pajak. Yang dimaksud dengan kegiatan pendataan PBB adalah semua kegiatan untuk memperoleh, mengumpulkan, melengkapi dan menatausahakan data Obyek (OP) dan Subyek (SP) Pajak PBB. Pendataan OP dan SP ini dilakukan menggunakan SPOP dan LPOP yang nantinya dituangkan dalam peta.
Nah setelah OP diketahui siapa pemiliknya, apa karakteristiknya dan dimana lokasinya maka kemudian perlu ditentukan berapa nilainya melalui kegiatan Penilaian OP agar dapat dihitung berapa ketetapan PBB P2 nya. Untuk menentukan nilai OP tentunya diperlukan metode dan cara menulainya. Metode penilaian yang digunakan pada umumnya ada 3:
- Pendekatan data pasar, umumnya digunakan untuk menentukan nilai tanah,
- Pendekatan biaya, umumnya digunakan untuk menentukan nilai bangunan, dan
- pendekatan pendapatan.
Karena objek pajak yang dikelola sangat banyak dan tidak mungkin dinilai satu persatu maka diperlukan adanya penilaian secara massal menggunakan metode tersebut yang digenerate oleh program komputer yang disebut CAV (computer assisted valuation). Namanya juga dilakukan secara massal pasti akan terjadi deviasi disana khususnya untuk OP yang memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan lainnya, maka tetap diperlukan penilaian individual untuk mengakomodasi bila ada OP yang berdasarkan hasil penilaian massal ternyata tidak sesuai dengan nilai pasar wajarnya.
Hasil penilaian tanah adalah berupa NIR (nilai indikasi rata-rata) dan hasil penilaian bangunan berupa nilai bangunan. Sebelum menjadi NJOP kedua nilai tersebut harus dimasukkan dalam klasifikasi terlebih dahulu. Setelah diklasifikasikan dan dikombinasikan dengan hasil pendataan (NJOP = NJOP tanah x luas tanah + NJOP bangunan x luas bangunan) maka dihasilkanlah NJOP tanah dan bangunan. Dengan demikian variabel NJOP akhirnya dapat diproduksi.
Langkah terakhir adalah memasukkan ke 3 variabel tersebut (tarif, NJOP dan NJOPTKP) kedalam rumus dan akhirnya ketetapan PBB P2 yang tertuang dalam SPPT PBB dapat diproduksi.
Aturan Klasifikasi NJOP
- Sektor yg diklasifikasikan adl sektor P2,
- Klas NJOP bumi ada 100 klas,
- Klas NJOP bangunan ada 40 klas,
- Dalam hal nilai jual bumi/ bangunan utk OP PBB P2 lebih besar dari nilai jual tertinggi klasifikasi NJOP bumi/ bangunan yg tercantum dlm ketentuan ini maka nilai jual bumi/ bangunan tersebut ditetapkan sbg NJOP bumi/ bangunan.
Aturan Tata cara Pendaftaran dan Pedanil
Aturan Tata cara penerbitan SPPT
Prosedur pengawasan pelaksanaan putusan banding
SK pengurangan,
- Penyiapan NJOP: Pendataan dan Penilaian, Data obek dan Nilai dilakukan oleh DJP,
- Penyiapan SPPT dan distribusinya: Penetapan memerlukan blanko, alat pencetak: dilakukan oleh Pemda,
- Penyiapan mekanisme Pembayaran: Penerimaan: perlu MoU kerjasama berupa Tempat pembayaran, Bank, PPAT, BPN dan Pemda,
- Proses Penagihan: Penagihan pasif & Aktif: dilakukan oleh Juru sita yang disiapkan oleh Pemda,
- Keberatan, pengurangan, pembetulan, pembatalan dll merupakan proses Pelayanan: perlu disiapkan tempat pelayanan, IT: dilakukan oleh Pemda,
BAGAIMANA MENINGKATKAN PENERIMAAN PBB P2 ?
- Meningkatkan Coverage Ratio melalui kegiatanPendataan wilayah yang belum dikenakan PBB P2 (Ekstensifikasi),
- Meningkatkan Asessment Ratio dengan jalan menyesuaikan NJOP mendekati harga pasar (tanah dan bangunan),
- Meningkatkan Collection Ratio dengan jalan meningkatkan kegiatan penagihan aktif (law enforcement), mempermudah pembayaran (on line), mengurangi kebocoran dg pengawasan,
- Melakukan penyesuaian kebijakan lain melalui Perda:
- Tarif efktif dinaiikan/dibuat progressif/dibuat gradasi lapisan,
- NJOPTKP diturunkan.
Mantap pak…semoga makin sukses
sangat bermanfaat
Terima kasih
salam kenal dan trims tuk materinya…
Salam kenal jg. Trm kasih smg bermanfaat
makasih materinya sangat bermanfaat …..
Sama2 smg bermanfaat
Terima kasih atas Sharing pengetahuan dan wawasannya pa, Tulisan ini sangat membantu saya dalam memahami Tentang Pembuatan perbub. dan cara2 memaksimalkan pedapatan daerah. sekali lagi terima kasih banyak pa, semoga sukses, dan apa yang menjadi pengatahun bagi orang lain menjadi amal jariah buat bapak.Amin
Tx,.materi ini sangat bermanfaat sekali buat kami…,Krn Saat ini kami sementara melakukan persiapan pengelolaan PBB P2
Sama2 semoga lancar pelaksanaannya…. Anda dari daerah mana ya ?
Terimakasih untuk Materinya….sangat bermanfaat sekali…
sukses selalu :)
Terimakasih untuk Materinya….sangat bermanfaat sekali…
buat saya pak. pak boleh ngak minta referensi tentang berapa besar penyesuaian yang biasanya digunakan dalam penilaian dengan mengunakan metode perbandingan data pasar . … jika ada tolong di sharing
salam kenal pak eddiwahyudi, saya ingin sedikit bertanya tentang pengenaan pajak terutang ( tarif ) teman saya terkena tarif 0.02 dimana tetangga sekitar terkena tarif 0.01 apakah hal tersebut bisa terjadi ? dan jika memang terjadi kesalahan bagaimana prosedur yang harus saya lakukan untuk memperbaikinya ( terkena tarif pbb yang sama yaiut 0.01 )
sebelumnya saya ucapkan terima kasih
salam..
Saya rasa itu bukan kesalahan pak. Coba dicek di Perda nya. Apabila NJOP atas objek tsb nilainya lebih besar dari 1 miliyar maka dia akan dikenakan tarif 0.02%. Dibawah itu akan dikenakan tarif 0.01%. Sekali lg mohon dicek di Perdanya. Karena masing2 daerah bisa berbeda..
Reblogged this on ora usah neko-neko.
salam kenal….mengapa jatuh tempo sppt pbb harus dibawah satu tahun misal jatuh tempo samapai dengan september mengapa tidak 30 desember
Undang2 mengatakan jt 6 bln stl SPPT diterima
Salam kenal pak, bs minta tolong penjelasan lebih mengenai restitusi pengembalian pbb pak?
Contoh apabila ada yg membayar pbb di nop yg bukan seharusnya ybs bayar apa bisa direstitusi atau bisa setoran pbb nya dialihkan ke nop yg seharusnya dibayar ya pak? Trims pak..
Bisa kedua duanya..
salam kenal pak. apakah pelaksanaan penghapusan Piutang PBB-P2 sudah ada yang melaksanakan? mengingat pengalihan yg dilakukan ke pemda adalah piutang dari tahun 1998. bukankah seharusnya piutang tersebut telah dihapus, karena umur piutang ketika penyerahan ke pemda telah lebih dari 5 tahun? mohon penjelasannya. terima kasih
Hampir semua Pemda melaksanakan nnya pak… jika sdh daluarsa bs dihapuskan
https://polldaddy.com/js/rating/rating.jsmungkin bisa ditambahkan referensi/sumber materinya pak.
https://polldaddy.com/js/rating/rating.jsapakah juru sita itu wajib dimiliki oleh pemda? bagaimana jika belum memiliki juru sita, bisakah penagihan dilaksanakan?
Pak Eddi Wahyudi, daerah Kota/ Kabupaten yang telah melakukan penghapusan PBB-P2 dari tahun 1995, Mohon informasi.Terima kasih
salam kenal pak. minta pendapat bapak kenapa pemda belum ada yang menghapus piutang PBB-P2. padahal pada saat pengalihan ke pemda piutang yang diserahkan dari tahun 1998. sudah kadaluwarsa kan pak.
Mungkin Pemda tsb masih ragu, jika sdh daluarsa bs dihapuskan memakai SK Bupati nya
Bapak Wahyudi, saya membaca bahwa kadaluwarsa piutang dalam UU.No.28 Tahun 2009 adalah 5 Tahun dan harus melalui penelitian, kenapa piutang yang diserahkan Dirjen Pajak ke Pemda mulai tahun 1995, Artinya piutang tersebut sudah berumur 18 Tahun. Kenapa sebelum diserahkan dihapuskan dulu, terima kasih pak.
Mungkin waktu itu tdk sempat dilakukan proses penghapusan krn prosedur nya cukup panjang
Pak Eddi Wahyudi, sampai hari ini, saya belum mendapat informasi tentang Daerah Kota/ Kabupaten yang telah melakukan penghapusan piutang pajak PBB-P2 yang diserahkan paling lambat tahun 2014, berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009. Piutang tersebut diserahkan ke Pemda Kota/ Kabupaten mulai tahun 1995. Mohon informasi pak, trm.
Semua daerah semestinya sdh melakukan hal itu sesuai dg ketentuan SKB 3 menteri. Penghapusan menggunakan SK Bupati/ Walikota masing2