Era Keterbukaan Informasi: Nowhere to Hide

Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) telah berakhir pada 31 Maret 2017 yang lalu. Berakhirnya Tax Amnesty menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan penegakan hukum terhadap WP yang belum patuh. Momentum penegakan hukum ini juga semakin diperkuat dengan datangnya era keterbukaan informasi keuangan untuk tujuan perpajakan atau lebih dikenal dengan sebutan Automatic Exchange of Information (AEOI). Indonesia bersama 101 negara lain di dunia yang berkomitmen untuk menerapkan keterbukaan informasi ini. Implementasi AEOI di Indonesia ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2017 pada tanggal 8 Mei 2017 yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 pada 30 Agustus 2017.
Melalui peraturan tersebut pemerintah akan makin mudah memperoleh akses informasi perbankan sehingga potensi penambahan penerimaan negara khususnya dari sektor perpajakan akan semakin meningkat. Sebelum Perpu ini ditetapkan, sebenarnya pemerintah sudah memiliki kewenangan untuk mengakses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan kepada Bank melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Proses mendapatkan izin kepada OJK kerap membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Akibatnya, pemeriksaan pajak menjadi lebih lama bahkan melewati batas waktu pemeriksaan suatu perkara.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan negara-negara anggota G20 termasuk Indonesia sepakat untuk menjalankan kerja sama pertukaran informasi perpajakan otomatis Automatic Exchange of Information (AEoI) paling lambat September 2018. Upaya tersebut dilakukan guna mencegah berbagai praktik penghindaran pajak di dunia. Pada Juni 2015, Indonesia telah menandatangani Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA), perjanjian ini bertujuan memberikan fasilitas pertukaran informasi antar anggota Global Forum. Kerja sama pertukaran informasi penting bagi tercapainya aturan dan implementasi perpajakan yang adil antarnegara, tidak ada lagi tempat aman untuk para penghindar pajak di dunia. Para Menkeu dan Gubernur Bank Sentral G20 secara bulat menyepakati agar program AEoI sepenuhnya diimplementasi mulai September 2017 dan selambat-lambatnya pada September 2018. Itu adalah bagian dari pelaksanaan komitmen kita di dunia internasional, karena kita akan comply dalam keterbukaan informasi.
Masyarakat tidak perlu resah dengan AEOI ini karena akses informasi keuangan ini hanya ditujukan untuk kepentingan perpajakan, tidak untuk kepentingan lain. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melindungi keamanan dan kerahasiaan data nasabah sesuai dengan ketentuan UU perpajakan dan perjanjian internasional. Hanya pejabat DJP tertentu saja yang mendapatkan akses dan terdapat sanksi pidana bagi yang membocorkan. Di samping itu, tidak semua data nasabah wajib dilaporkan secara otomatis kepada DJP karena akan ditetapkan batasan (threshold). Sepanjang dana nasabah beserta penghasilan yang menjadi sumber atas dana nasabah tersebut telah dilaporkan ke dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan, tentunya tidak akan ada masalah dalam hal perpajakan.

Akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan meliputi akses untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan-undangan dan pelaksanaan perjanjian internasional di bidang perpajakan. Ketentuan teknis AEOI di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 yang telah diubah dengan PMK Nomor 73/PMK.03/2017. Ketentuan teknis dimaksud meliputi:
A. Ruang Lingkup
1. perjanjian internasional (nasabah asing)
2. pelaksanaan peraturan perpajakan (nasabah domestik)

B. Sifat Pemberian Informasi
1. otomatis (tanpa diminta Direktur Jenderal Pajak/Dirjen Pajak) melalui laporan,
2. berdasarkan permintaan Dirjen Pajak
C. Subjek Pelapor/Pemberi Informasi
Penyampaian informasi keuangan secara otomatis wajib dilakukan oleh Lembaga Keuangan (LK) Pelapor yang merupakan Lembaga Keuangan yang menjalankan usaha sebagai lembaga kustodian, lembaga simpanan, perusahaan asuransi, entitas investasi, yang terdiri atas:
1. Lembaga Jasa Keuangan (LJK): perbankan, pasar modal, perasuransian;
2. LJK Lainnya: lembaga yang diawasi OJK selain 3 sektor di atas;
3. Entitas lain, misalnya koperasi simpan pinjam dan pialang berjangka.
Penyampaian informasi keuangan secara otomatis tidak wajib dilakukan oleh Lembaga Keuangan Nonpelapor yang meliputi:
1. entitas pemerintah, organisasi internasional, atau bank sentral
2. dana pensiun tertentu
3. kontrak investasi kolektif yang dikecualikan
4. trust tertentu
5. entitas lain yang berisiko rendah untuk digunakan dalam penghindaran pajak. Baik LK Pelapor maupun LK Nonpelapor wajib mendaftarkan diri ke DJP, baik secara langsung, elektronik maupun melalui pos, jasa ekspedisi maupun kurir paling lama akhir bulan kedua:
• tahun kalender berikutnya setelah memenuhi ketentuan sebagai LK. (internasional)
• setelah tahun kalender pelaporan informasi keuangan pertama kali berakhir. (domestik)
Jika terdapat LK (Pelapor dan Non Pelapor) yang tidak mendaftar atau jika LK yang mendaftar sebagai Nonpelapor telah memenuhi kriteria sebagai LK Pelapor, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan secara jabatan.
D. Ketentuan Pemberian Informasi Keuangan
I. Pelaporan Otomatis
1. Pelaksanaan Perjanjian Internasional (Nasabah Asing)
LK Pelapor meninjau rekening keuangan dan mengidentifiaksi rekening keuangan yang wajib dilaporkan, kemudian menerapkan prosedur identifikasi dan menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan untuk setiap rekening keuangan kepada DJP, baik melalui OJK (untuk LJK) maupun secara langsung (untuk LJK lainnya atau entitas lain). Batasan rekening keuangan yang wajib dilaporkan adalah:
a. rekening yang dimiliki entitas:
• telah dibuka sebelum 1 Juli 2017: agregat saldonya lebih dari USD250.000.
• dibuka sejak 1 Juli 2017: tanpa batasan saldo minimal.
b. rekening yang dimiliki orang pribadi: tanpa batasan saldo minimal.
2. Pelaksanaan Peraturan Perpajakan (Nasabah Domestik)
Batasan rekening yang wajib dilaporkan:
a. Sektor Perbankan (simpanan):
• dimiliki oleh orang pribadi: agregat saldo paling sedikit Rp1 miliar;
• dimiliki oleh entitas: tanpa batasan saldo minimal;
b. Sektor Perasuransian (polis): nilai pertanggungan paling sedikit Rp1 Miliar;
c. Sektor Perkoperasian (simpanan): agregat saldo paling sedikit Rp1 Miliar.
d. Sektor Pasar Modal (efek) dan Perdagangan Berjangka Komoditi (deposit margin): tanpa batasan saldo minimal.
Laporan informasi keuangan tersebut paling sedikit memuat:
a. identitas pemegang rekening keuangan,
b. nomor rekening keuangan,
c. identitas lembaga jasa keuangan,
d. saldo atau nilai rekening keuangan, dan
e. penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan.
II. Pemberian Informasi Keuangan atas Permintaan Dirjen Pajak
Dirjen Pajak berwenang meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan (selain informasi dari laporan otomatis) kepada LK (baik kantor pusat, kantor cabang, maupun unit yang mengelola informasi dan/atau bukti atau keterangan dimaksud) melalui surat permintaan. Surat permintaan dimaksud memuat setidaknya informasi/bukti/keterangan yang diminta; format dan cara pemberian yang diminta; serta alasan dilakukannya permintaan. LK wajib memberikan informasi dan/atau bukti atau keterangan yang diminta ke DJP maksimal 1 (satu) bulan sejak permintaan diterima. Selain Dirjen Pajak, pejabat lain di DJP yang dapat meminta informasi keuangan yaitu:
a. Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Dirjen Pajak;
b. Pejabat Eselon II di Kantor Pusat DJP yang dilimpahi wewenang oleh Dirjen Pajak;
c. Kepala DPP atas nama Dirjen Pajak untuk tujuan pemeriksaan & penagihan pajak.
Ruang Lingkup permintaan informasi dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan antara lain meliputi kegiatan: pengawasan terhadap WP (termasuk untuk kegiatan ekstensifikasi, intelijen, atau penilaian), pemeriksaan, penagihan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan pajak, atau penyelesaian upaya hukum perpajakan, misalnya keberatan, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, atau pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.
E. Kerahasiaan
Informasi yang diterima/diperoleh dari LK digunakan sebagai basis data perpajakan DJP dan wajib dijaga kerahasiaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan perjanjian internasional. Setiap pejabat, baik petugas pajak maupun pihak yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dan tenaga ahli yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan kepada pihak yang tidak berwenang. Bagi yang melanggar dapat dipidana dengan pidana kurungan dan denda sesuai ketentuan Pasal 41 UU KUP.
F. Sanksi bagi LK yang Tidak Melakukan Kewajiban
1. Klarifikasi
Dirjen Pajak menerbitkan permintaan klarifikasi bagi LK yang:
a. Tidak memenuhi kewajiban prosedur identifikasi rekening keuangan (internasional);
b. Tidak memenuhi kewajiban dokumentasi (internasional);
c. Pemalsuan dokumen atau mengurangi informasi yang wajib dilaporkan;
2. Teguran Tertulis
Dirjen Pajak menerbitkan teguran tertulis bagi LK yang:
a. Tidak menanggapi klarifikasi/klarifikasi yang diberikan tidak sesuai permintaan sampai batas waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak diterimanya permintaan klarifikasi;
b. Tidak menyampaikan laporan informasi keuangan secara otomatis;
c. Tidak memberikan informasi/bukti/keterangan berdasarkan permintaan.
3. Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) dan Penyidikan
Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan bukper terhadap LK apabila sampai dengan batas waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak diterimanya teguran tertulis:
a. Terdapat dugaan pelanggaran;
b. Tidak menyampaikan laporan informasi keuangan secara otomatis;
c. Tidak memberikan informasi/bukti/keterangan berdasarkan permintaan.
Jika berdasarkan hasil bukper ditemukan bukti yang cukup menunjukkan kondisi di atas maka hasil pemeriksaan bukper dapat dilanjutkan dengan proses penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) DJP.

Advertisement

Seputar Manesti Pajak (Tax Amnesty)

IMG_20160714_184905Dipenghujung bulan Ramadhan 1437 H ini akhirnya DPR menyetujui RUU Pengampunan Pajak atau yang lebih dikenal dengan Tax Amnesty ini menjadi UU Nomor 11 Tahun 2016 sedangkan aturan pelaksanaannya berbentuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-118/PMK.03/2016. UU Pengampunan Pajak ini telah dicanangkan Presiden Joko Widodo di Kantor Pusat Dirjen Pajak tanggal 1 Juli 2016. Menurut beliau Program Pengampunan Pajak ini bertujuan antara lain untuk memperluas basis data pajak dan menarik konglomerat asal Indonesia yang selama ini diparkir di luar negeri. Berikut ulasan singkat yang disarikan dari UU tersebut dan beberapa sumber. Secara umum yang dimaksud dengan Pengampunan Pajak adalah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak meliputi:

  1. penghapusan pajak terutang,
  2. penghapusan sanksi administrasi perpajakan,
  3. penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan,

atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang dimiliki dan membayar uang tebusan.

IMG_20160714_204548
Arti logo amnesti pajak

Paling tidak ada beberapa manfaat yang bisa didapatkan para pemilik dana jika mengikuti Program Pengampunan Pajak ini:

  1. Pajak yang seharusnya terutang selama ini akan dihapuskan.
  2. Para pemilik dana tidak akan dikenakan sanksi, baik sanksi administrasi ataupun sanksi pidana perpajakan.
  3. Pemilik dana tidak akan dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan terkait harta yang selama ini tidak dilaporkan.
  4. Jika harta yang terkait tengah dalam proses pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan, maka proses tersebut akan dihentikan.
  5. Adanya jaminan kerahasiaan terhadap data pengampunan pajak, dimana data tersebut tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan dan penyidikan tindak pidana apapun.
  6. Tarif yang dikenakan lebih rendah dari tarif normal.
IMG_20160716_072338
Infografis Manfaat Amnesti Pajak

Menurut UU TA tersebut yang dapat memanfaatkan kebijakan Pengampunan Pajak ini adalah:

  1. Wajib Pajak Orang Pribadi,
  2. Wajib Pajak Badan,
  3. Wajib Pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengan (UMKM),
  4. Orang Pribadi atau Badan yang belum menjadi Wajib Pajak.

Sedangkan persyaratan bagi Wajib Pajak yang dapat memanfaatkan program Pengampunan Pajak antara lain:

  1. Wajib Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), jika belum memiliki maka diwajibkan mendaftar dahulu untuk memperoleh NPWP,
  2. Membayar Uang Tebusan ke rekening kas negara dengan menggunakan kode jenis setoran yang telah ditentukan,
  3. Melunasi seluruh Tunggakan Pajak,
  4. Melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan,
  5. Menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan,
  6. Mencabut permohonan:
    • pengembalian kelebihan pembayaran pajak,
    • pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang,
    • pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar,
    • keberatan,
    • pembetulan atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan;
    • banding,
    • gugatan, dan/atau
    • peninjauan kembali, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.

Program pengampunan pajak ini akan berlaku sejak nantinya disahkan hingga 31 Maret 2017, dan terbagi kedalam 3 (tiga) periode sebagai berikut:

  1. Periode I: Dari tanggal diundangkan s.d 30 September 2016,
  2. Periode II: Dari tanggal 1 Oktober 2016 s.d 31 Desember 2016,
  3. Periode III: Dari tanggal 1 Januari 2017 s.d 31 Maret 2017,

WP yang ingin mengikuti program ini dapat mengajukannya ke Kantor Pelayanan Pajak dimana tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri dengan membawa Surat Pernyataan. Tata cara pengajuan Pengampunan Pajak adalah sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak datang ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri untuk meminta penjelasan. Kemudian WP mengisi Surat Pernyataan dan disertai kelengkapan dokumen pendukung lain yaitu berupa:
    • Bukti pembayaran Uang Tebusan,
    • Bukti pelunasan Tunggakan Pajak (bagi Wajib Pajak yang memiliki Tunggakan Pajak),
    • Daftar rincian Harta beserta informasi kepemilikan Harta yang akan dilaporkan,
    • Daftar Utang beserta dokumen pendukungnya,
    • Bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya tidak dikembalikan (bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan),
    • Foto copy SPT PPh Terakhir,
    • Surat pernyataan mencabut segala permohonan yang telah diajukannya ke Direktorat Jenderal Pajak,
    • Surat pernyataan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan dalam hal Wajib Pajak akan melaksanakan repatriasi,
    • Melampirkan surat pernyataan tidak mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan dalam hal Wajib Pajak akan melaksanakan deklarasi,
    • Surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang UMKM.
  2. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan dan dokumen pendukung tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau Tempat Lain yang ditentukan Menteri Keuangan.
  3. Wajib Pajak akan mendapatkan tanda terima Surat Pernyataan.
  4. Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima Surat Pernyataan beserta lampirannya dan mengirimkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak kepada Wajib Pajak
  5. Dalam hal jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja tersebut Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri belum menerbitkan Surat Keterangan dan Surat Pernyataan dianggap diterima.
  6. Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017 di mana Surat Pernyataan Kedua dan Ketiga dapat disampaikan sebelum atau setelah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya dikeluarkan

Cara perhitungan uang tebusan dilakukan dengan formula sebagai berikut:

Uang Tebusan = Tarif x Dasar Pengenaan

tarif tebusan

Perlu diketahui bahwa Fasilitas Pengampunan Pajak yang akan didapat oleh Wajib Pajak yang mengikuti program Pengampunan Pajak antara lain:

  1. Penghapusan pajak terutang (PPh dan PPN dan/atau PPn BM), sanksi administrasi, dan sanksi pidana, yang belum diterbitkan ketetapan pajaknya,
  2. Penghapusan sanksi administrasi atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan,
  3. Tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,
  4. Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,
  5. Penghapusan PPh Final atas pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan serta saham.

WP yang mengikuti program ini akan memiliki konsekuensi bahwa harta yang direpatriasi wajib dinvestasikan ke dalam negeri selama 3 tahun sejak dialihkan dalam bentuk:

  1. Surat berharga Negara Republik Indonesia,
  2. Obligasi Badan Usaha Milik Negara,
  3. Obligasi lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh Pemerintah,
  4. Investasi keuangan pada Bank Persepsi,
  5. Obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan,
  6. Investasi infrastruktur melalui kerja sama Pemerintah dengan badan usaha,
  7. Investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh Pemerintah,
  8. Bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Harta yang diungkapkan oleh Wajib Pajak tidak dapat dialihkan ke luar negeri selama 3 tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan.

Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban Holding Period maka atas Harta bersih tambahan diperlakukan sebagai penghasilan pada Tahun Pajak 2016 dan dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Wajib Pajak yang telah mengikuti program Pengampunan Pajak namun ditemukan adanya data mengenai Harta bersih yang kurang diungkapkan maka atas Harta dimaksud diperlakukan sebagai penghasilan pada saat ditemukan dan dikenai pajak sesuai dengan UU PPh dan ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari PPh yang tidak atau kurang dibayar. 

Wajib Pajak yang tidak mengikuti program Pengampunan Pajak namun ditemukan adanya data mengenai Harta bersih yang tidak dilaporkan maka atas Harta dimaksud diperlakukan sebagai penghasilan pada saat ditemukan dan dikenai pajak serta sanksi administrasi sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

Perlakuan atas data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya ditentukan sebagai berikut:

  1. Tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada pihak manapun, kecuali atas persetujuan Wajib Pajak sendiri,
  2. Tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak, dan
  3. Ancaman sanksi pidana bagi pihak yang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi.

Kebijakan Pengampunan Pajak merupakan sebuah terobosan kebijakan Pemerintah Jokowi yang didorong oleh semakin kecilnya kemungkinan untuk menyembunyikan kekayaan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena kedepan akan semakin transparannya sektor keuangan global dan meningkatnya intensitas pertukaran informasi antar negara seiring dengan diberlakukannya keterbukaan akses informasi global termasuk akan mulai dibukanya kerahasiaan data perbankan untuk perpajakan. Kebijakan Pengampunan Pajak menurut Presiden hanya diberikan sekali ini saja. 

IMG-20160714-WA0010
Infografis Ringkasan Amnesti Pajak

Wajib Pajak yang ikut serta dalam program Pengampunan Pajak ini berarti membantu Pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap antara lain:

  1. peningkatan likuiditas domestik,
  2. perbaikan nilai tukar Rupiah,
  3. penurunan suku bunga,
  4. peningkatan investasi langsung,
  5. mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi,
  6. meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

Menurut beberapa sumber, potensi penerimaan negara yang akan masuk dengan diberlakukannya program ini adalah:

potensi ta

Info lain terkait amnesti pajak dapat diperoleh di:

IMG_20160717_065301

Sumber: Disarikan dari berbagai sumber…