Beberapa waktu lalu pemerintah kembali melakukan relaksasi dan memberikan insentif terkait kebijakan perpajakan pasca Amnesti Pajak. Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan telah menerbitkan PMK Nomor 165/PMK.03/2017 sebagai revisi kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Program Pengampunan Pajak. Di dalam PMK-165 ini Pemerintah memberikan opsi terkait penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) untuk memperoleh fasilitas pembebasan PPh atas balik nama aset tanah dan/atau bangunan yang diungkapkan dalam program Amnesti Pajak terdahulu dengan memberikan alternatif lain yaitu dapat pula menggunakan Surat Keterangan Pengampunan Pajak (S-Ket). Kebijakan ini merupakan respon cepat pemerintah mengantisipasi kemungkinan penumpukan permohonan SKB terkait hal tersebut di KPP sehubungan dengan batas waktu pengajuan SKB untuk memperoleh fasilitas pembebasan PPh atas balik nama aset tanah dan/atau bangunan yang diungkapkan dalam program Amnesti Pajak yang akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2017. Selain itu, PMK ini juga mengatur mengenai prosedur perpajakan bagi Wajib Pajak (WP) yang melaporkan aset yang belum diungkkapkan sebelum aset tersebut ditemukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Prosedur perpajakan ini disebut Pengungkapan Aset secara Sukarela dengan Tarif Final (PAS-Final). Melalui kebijakan ini, pemerintah memberi kesempatan bagi seluruh WP (baik yang ikut Amnesti Pajak maupun yang tidak) yang memiliki harta yang masih kurang/ belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) maupun Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2015 untuk mengungkapkan sendiri aset tersebut sepanjang DJP belum menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) Pajak sehubungan dengan ditemukannya data aset yang belum diungkapkan tersebut.
Mengingat pengungkapan tersebut dilakukan sendiri oleh WP sebelum aset tersebut ditemukan oleh DJP, maka ketentuan sanksi dalam Pasal 18 UU Pengampunan Pajak tidak berlaku bagi WP yang memanfaatkan program PAS-Final (yaitu sanksi 200% untuk WP yang ikut Amnesti Pajak atau 2% per bulan untuk WP yang tidak ikut). Sementara aset yang dapat diungkapkan adalah aset yang diperoleh WP dan masih dimilikinya sampai dengan 31 Desember 2015.
Prosedur program PAS-Final dilaksanakan WP dengan cara menyampaikan SPT Masa PPh Final ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana WP terdaftar dengan dilampiri Surat Setoran Pajak (SSP) dengan Kode Akun Pajak (KAP) 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 422. Tarif pajak penghasilan (PPh) final yang dikenakan adalah sebagai berikut:
Cara perhitungan PPh Finalnya sesuai dengan PP-36/ 2017 adalah dengan mengalihkan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajaknya. DPPnya adalah nilai harta bersih. Nillai yang dijadikan pedoman menghitung besarnya nilai Harta Bersih sesuai kondisi dan keadaan harta pada tahun pajak terakhir antara lain:
- nilai nominal, untuk Harta berupa kas atau setara kas;
- nilai yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor;
- nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak;
- nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia, untuk saham dan waran; dan
- nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk obligasi.
Dalam hal tidak terdapat nilai yang dapat dijadikan pedoman, nilai Harta ditentukan berdasarkan nilai dari hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik; atau nilai dari hasil penilaian Direktur Jenderal Pajak, apabila Wajib Pajak meminta untuk dilakukan penilain.
Sebenarnya sampai saat ini DJP telah menghimpun ratusan jenis data dari berbagai instansi, lembaga, asosiasi maupun pihak lainnya sesuai amanah PP-31 / 2012. Disamping itu DJP juga telah memiliki kewenangan sesuai UU Nomor 9 Tahun 2017 (pengesahan dari Perpu-1/2017) untuk mengakses data keuangan yang dimiliki oleh seluruh lembaga keuangan seperti perbankan, asuransi dan pasar modal, baik secara otomatis maupun by request (untuk prosedur ini juga sudah semakin mudah karena tidak perlu lagi ijin melalui Menteri Keuangan, cukup surat permohonan dari DJP saja). Selanjutnya, mulai tahun 2018 seluruh lembaga keuangan akan secara rutin memberikan data keuangan kepada DJP, termasuk data keuangan dari 100 negara lain yang telah sepakat melakukan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI) dalam rangka memerangi pelarian pajak lintas negara. Jadi sepertinya kedepan hampir tidak ada lagi isu terkait kerahasiaan data untuk kepentingan perpajakan.
Sebenarnya salah satu tujuan dari program TA yang telah berlalu itu adalah untuk mengantisipasi semakin terbukanya informasi transaksi ekonomi Indonesia, sehingga diperlukan adanya program khusus untuk peningkatan kepatuhan perpajakan. Dan melalui PMK-165 ini pun Pemerintah masih memberikan insentif dan kesempatan kembali untuk memperbaiki tingkat kepatuhan perpajakan bagi WP. Untuk mengantisipasi hal tersebut sebaiknya agar seluruh WP, baik yang telah mengikuti Amnesti Pajak maupun yang tidak, yang masih memiliki aset tersembunyi untuk segera memanfaatkan prosedur PAS-Final ini karena program ini tidak ada jangka waktunya. Disamping itu dengan semangat reformasi pajak segeralah manfaatkan seluruh fasilitas yang tersedia ini secara optimal dan menjadi WP yang patuh serta bersama-sama membangun Indonesia yang lebih baik.
#PajakKitaUntukKita