Umur kita sudah semakin tua, namun rasanya belum banyak yang bisa kita perbuat untuk memberikan nilai lebih baik untuk diri sendiri, keluarga atau bahkan masyarakat. Saring timbul dalam pikiran kita beberapa pertanyaan seperti berikut ini:
- Saya sudah bekerja keras secara maksimal, tetapi saya merasa hidup saya tetap tidak menjadi lebih baik,
- Ketika saya bekerja semakin keras lagi setiap harinya tetapi pekerjaan itu seakan juga tidak pernah ada habisnya,
- Saya tahu bahwa saya bisa menjadi lebih baik, hanya saja saya tidak tau bagaimana caranya untuk menjadi lebih baik lagi,
- Kemudian saya dalam keputusasan saya mulai berpikir, apa mungkin orang seperti saya bisa berhasil ??
Ucapan seperti itu bisa jadi adalah bisikan lisan yang pernah tersirat dalam diri kita, bisa jadi juga menjadi bahan keluh kesah hati kita. Kita sering ragu akan kemampuan diri untuk melakukan suatu perubahan. Jangankan membuat perubahan untuk lingkungan, membuat perubahan dalam hidup kita sendiri pun kadang merasa tidak mampu (misalnya merubah pola kerja yang sudah menjadi rutinitas kantor saja masih susah dilakukan apalagi merubah pola dan gaya hidupnya). Oleh sebab itu kita menjadi terperangkap ke dalam keterbatasan dan tidak bisa thinking out of the box. Untuk dapat keluar dari segala belenggu tersebut kadang dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
- Ada yang mulai tergerak untuk melakukan sebuah perubahan setelah membaca sebuah buku namun demikian diam saja tanpa melakukan apa-apa,
- Sebagian lagi sudah bergerak menghidupkan aksinya namun tak lama kemudian hancur karena pekertinya rusak.
Untuk dapat keluar dari belenggu keterbatasan yang membuat kita tidak dapat jernih untuk berpikir dan menghasilkan sesuai yang baru untuk memacu semangat dan kreatifitas, maka sebaiknya kita memahami QS. Ar-Ra’du (13):11 “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nikmat yang ada pada suatu kaum (kecuali) bila mereka sendiri mengubah keadaannya…..”. Oleh sebab itu kita harus selalu berusaha untuk menghasilkan suatu yang bernilai lebih. Disitulah kadang kita lupa bahwa kita adalah manusia dan kita adalah mahluk Allah yang paling sempurna. QS. Al Baqarah (2):30, “….Sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang khalifah di muka bumi….”
QS. Al An’aam (6): 165, “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa di muka bumi dan Dia meninggikan sebahagian dari kamu atas sebahagian yang lain beberapa derajad untuk mengujimu tentang apa yang diberikan Nya kepadamu…..”
Kadang kita terlena dan tidak bersyukur dengan segala nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita. Kita seakan terdoktrin bahwa nikmat itu mesti ada ukurannya dan ukurannya adalah uang (ini doktrin kapitalis yang telah tertanam dalam diri kita melalui sistem pendidikan yang kita lalui selama ini). Sistem pendidikan mendoktrin kita dari kecil mengenai time value of money. Kita tidak sadar bahwa nikmat itu bisa berupa (QS. Arrahman (55): 1-30) :
- Kesehatan,
- Kebahagiaan,
- Kebebasan dari celaka dan bencana dll.
Untuk itu kita perlu sebuah motivasi untuk membangkitkan kekuatan diri terlepas dari belenggu hegemoni pemikiran kapitalis tersebut untuk meraih sukses dan kemuliaan hidup di dunia & akherat yang mampu menghilangkan kegelisahan2 dalam diri kita. Dan kuncinya adalah bahwa setiap manusia pada dasarnya harus terlebih dahulu dapat memimpin dirinya baru kemudian mengelola hidupnya. Efektif harus mendahului efisien. Dimulai dari yang kecil2 dari diri sendiri (Konsep Aagym).
Sebagai seorang pemimpin keluarga kita harus menempatkan kepemimpinan (leadership) di depan lalu kemudian melakukan pengelolaan (managerialship). Sebuah Hadits: Tiap2 anak terlahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorah yahudi, nasrani atau majusi. Layaknya seorang nahkoda arahkan dulu kapal ke mana akan berlabuh, kemudian memotivasi yang lain setelah itu melakukan delegasi. HR. Tirmidzi, Abu Daud, Bukhari & Muslim, “setiap orang dari kamu adalah pemimpin dan kamu bertanggungjawab terhadap kepemimpinan itu”.
Terinspirasi setelah membaca kembali kubu Kubik Leadership karangan Jamil Azzaini dkk yang merupakan salah satu buku favorit saya untuk kembali memompa motivasi dalam menyusun proposal hidup tahun 2010, maka ada tiga anatomi kepemimpinan dalam hidup membentuk sebuah sistem 3 dimensi yang disebut kubik (kubus) yaitu:
Pertama:
Pimpin keyakinan (akar pohon) → prinsip rukun iman (Iman kepada Allah, malaikat, kitab, rosul, hari akhir dan takdir→ Hadits Riwayat Muslim (Arbain No. 3)). Prinsip dan nilai misi suci hidup kita. Merupakan pintu gerbang masuknya energi dan sebagai pengokoh keseluruhan sistem hidup manusia. Misalnya sebuah pohon agar kuat mula-mula akar harus dapat menopang struktur tubuhnya agar kuat diterpa badai. Segala sesuatu harus dimuai dari keyakinan, keyakinan memberikan kekuatan. Ada 3 prinsip.
- Prinsip manusia → membantu kita menentukan pilihan2 hidup sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits. Karena prinsip hidup adalah pilihan (live is about choise). Untuk itu kita harus berilmu, bersyukur, bersabar dan berusaha (4 ber). QS. An-Mulk (67):23 “Katakanlah Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati tetapi amat sedikit kamu bersyukur”
- Prinsip alam → mengajak manusia melihat bagaimana alam bekerja dan sujud kepada Allah (QS. An-Nahl (16):49, “ Dan hanya kepada Allah bersujud apa-apa yang di langit dan bumi ….”) dan bagaimana cara kita memanfaatkan alam ini sesuai fitrahnya yang digariskan Allah untuk kesejahteraan manusia,
- Prinsip Tuhan → mengajak manusia melihat kaitan erat antara Tuhan dan mahluk serta bagaimana kita mengkases energi Tuhan melalui kalam-Nya dalam struktur media komunikasi sholat khusyu guna memperoleh kekuatan tanpa batas (buku sholat khusyu Abu Sankan). Manusia menjadi mahluk Tuhan yg sempurna karena memiliki unsur Tuhan dalam dirinya (ruh), QS. Shaad (38): 72, “Maka apabila telah kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dan sujud kepadanya”.
Kedua:
Pimpin aksi (batang, ranting dan daun pohon) → prinsip rukun Islam (sahadat, sholat, puasa, zakat dan haji). Sebagai transformasi energi secara sempurna untuk mengasilkan output baik positif atau negatif tergantung inputnya. Keyakinan memberikan kekuatan dan sebuah momentum aksi untuk melejitkan kekuatan itu (ingat hukum aksi & reaksi Newton… F=m.a). Konsep aksi meliputi 3 hal etos kerja yang pernah saya sebutkan sebelumnya (3 As):
- Kerja keras → sebuah timbangan dengan titik tumpu ditengah dan sebuah beban diujungnya agar seimbang bagaimana caranya ? → diberikan beban yang sama di ujung lainnya (energi yang sama),
- Kerja cerdas → jika ditambahkan beban lagi di salah satu ujungnya bagaimana agar seimbang ? → geser tumpuannya ke beban terberat,
- Kerja ikhlas → jika ditambahkan beban lagi di ujung terberat bagaimana agar tetap seimbang tanpa menggeser tumpuan ? → mengeluarkan semua unsur2 negatif dalam dirinya dan ruang kosong yang ada dalam diri kita (ilustrasi beban terkecil dikeluarkan energi neg nya). Orang ikhlas adalah orang yang hatinya bersih suci dan tulus, tidak memiliki energi negatif dalam setiap perbuatannya karena di dalam dirinya hanya terdapat energi positif (saya terjemahkan dengan beramal ibadah kepada Allah). Dengan berpuasa diharapkan energi negatif hilang atau berkurang atau dengan naik haji (di padang arafah → hadits qudsyi).
Dinarasikan oleh Aisha, Allah berkata “Tidak ada satu haripun kecuali hari Arafah dimana ketika Allah membebaskan seluruh manusia dari neraka”
Dengan demikian walaupun memiliki tingkat volume yang sama besar namun masa jenisnya (kerapatannya molekulnya) berbeda atau lebih besar karena diisi dengan amal ibadah sesuai yang dipetakan dalam Al Qur’an dan Hadits). QS. Albaqqrah (2): 177 “….. kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat2, kitab2, nabi2 dan meberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak2 yatim, orang2 miskin, musafir dan orang2 peminta2, mendirikan sholat, membayar zakat, menepati janji dan sabar….”
Ingat hukum kekekalan energi (HKE) → Jumlah Usaha = Hasil usaha. Semua energi yg kita keluarkan pasti tidak akan pernah hilang. Bekerja → gaji, menolong orang → persahabatan, mengajar anak → anak menjadi saleh dan pintar. Berbuat jahat → celaka. AS Al-Israa (17):7 “Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat buruk maka sebenarnya keburukan itu untuk dirimu sendiri”.
Namun menurut saya ketika meninggal tidak nol. “Ketika meninggal hanya 3 perkara yang dibawa: amal sholeh, ilmu yang bermanfaat & anak2 yang shaleh yg mendoakan kepada kedua orang tuanya (Hadits Qudsyi)”.
Bila kita menguasai 3 As ini maka Insya Allah akan dapat memikul beban kerja berlipat2 tanpa mengeluarkan energi dan waktu tambahan serta menjalankannya dengan perasaan gembira.
Ketiga:
Pimpin pekerti (buah pohon) → prinsip surga dan neraka. Merupakan buah pekerti manusia. Meliputi sikap dan prilaku kita yang selalu positif (sikap dan prilaku nabi Muhammad SAW → “Sesungguhnya dalam diri Rosul itu ada suritauladan yang baik”), produktif (memanfaat seluruh aset diri yang dimiliki dan terus menciptakan hasil karya yang bermanfaat bagi diri sendiri dan umat manusia, hablum minannaas) dan kontributif yaitu memanfaatkan segala sesuatu yang dimiliki dan terus membantu, mendukung dan memberikan kontribusi kepada orang dan lingkungan. Hal ini tidak akan berhenti jika memiliki 4-TA (cinta, kata, tahta dan harta).
Ketiga anatomi tersebut harus dipimpin (di-manage), jangan dibiarkan ketiganya berjalan liar tanpa diarahkan. Petanya sudah ada yaitu Al Qur’an dan Hadits tinggal kita sekarang apakah mau membaca peta yang sudah diberikan agar tidak tersesat dan liar atau tidak. Kemampuan kita untuk memberikan arah yang tepat kepada ketiga anatomi kepemimpinan hidup tersebut akan membangkitkan kekuatan yang sangat dahsyat dan menjadikan kita khalifah seperti yang diamanatkan QS. Albaqarah (2): 30 di atas.
Maka prinsip utamanya sesuai dengan makna puasa adalah “tetaplah lapar dan tetaplah bodoh”. Karena dengan lapar kita akan selalu ingat kepada Allah dan mampu mensykuri nikmat melalui arti sesuap nasi. Orang lapar tahan banting. Orang lapar (sederhana) akan berusaha dengan segenap kemampuannya meraih hidup yang lebih baik dan selalu terpagari untuk tidak berbuat negatif.
Dengan selalu berpikir bodoh menjadi tidak punya prasangka dan selau terbuka terhadap hal2 baru serta yang paling penting tidak pernah berhenti belajar. Orang pintar kadang menjadi suka berprasangka buruk, suka mengkritik tanpa memberikan solusi terbaik (ini gejala yang terjadi di Indonesia melalui adanya profesi pengamat).
Perhatikan QS. Al-Qashash (28):77 “Dan carilah pada apa yang telah dianugrakhan kepadamu dan janganlah kamu melupakan bagianmu dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang2 yg berbuat kerusakan”.